Oleh : Lailis Sa’adah  – Fisika – 13620012
                
Tasawuf merupakan salah satu cabang dari disiplin ilmu dalam islam yang lebih mengedepankan konsep spiritual islam dalam segala aspeknya. Dalam aspek yang berkaitan dengan manusia, tasawuf lebih mengedepankan aspek rohani daripada jasmani. Dalam aspek kehidupan, tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia yang fana. Dalam kaitannya dengan pemahaman agama, tasawuf lebih mengutamakan esoteris (khusus, rahasia) daripada eksoterik (umum), yakni mengutamakan penafsiran batiniah daripada lahiriyah[1]. Hal tersebut dikarenakan para pelaku tasawuf, yang kemudian disebut sebagi sufi, secara ontololgis mempercayai bahwa dunia spiritual lebih hakiki dan nyata daripada dunia jasmani. Bahkan sebab karena Allah juga bersifat spiritual. Oleh sebab itu, realitas yang sesungguhnya juga bersifat spiritual, bukan seperti yang dikemukakan oleh para kaum materialistis bahwa yang nyata adalah bersifat material[2].
Tasawuf, atau yang disebut juga sufisme mempelajari bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Dalam melaksanakan ajaran tasawuf, seorang sufi akan menjalani sulûk, yang artinya perjalanan spiritual. Sedangkan orangnya disebut sebagai sâlik.  Sufisme dicirikan sebagai pengalaman dalam merasakan kehadiran Tuhan di dalam diri seorang sâlik, dan juga keinginan untuk pengetahuan langsung dari-Nya. Pengetahuan yang bersifat transenden tersebut akan dicapainya melalui pengalaman diri dalam penyerahan diri serta pemurnian jiwa yang dilakukan secara terus menerus[3].
Sufisme pada awalnya identik dengan zuhud, yaitu menjauhkan diri dari segala hal yang bersifat duniawi. Secara prinsip tidak ada seorang pun yang menyangkal mengenai konsep tasawuf dalam islam. Sebab, disiplin ilmu tasawuf telah terbukti dapat mendidik spiritualitas manusia, sehingga dapat memberikan ketenangan hati dan mengisi kekosongan jiwa. Oleh karena itu beberapa sarjana muslim menegaskan bahwa ilmu tasawuf merupakan salah satu aspek penting ajaran islam[4].
            Namun dewasa ini, ketika istilah tasawuf dihadapkan dengan era modern yang penuh dengan teknologi canggih, seakan-akan dua hal tersebut merupakan sesuatu yang kontradiktif satu sama lainnya. Sebab istilah sufisme dianggap sebagai sesuatu yang identik dengan keterbelakangan, sikap pasif, dan irasionalitas. Istilah modern dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti terbaru; mutakhir, sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman[5]. Modernisasi merupakan suatu proses transformasi, suatu perubahan pola kehidupan masyarakat dalam segala aspeknya dari yang semula tradisional ke arah pola – pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara – negara Barat yang stabil[6]. Abad modern di Barat merupakan suatu masa ketika manusia merasa bebas terhadap dirinya. Manusia dipandang sebagai makhluk yang independen dari  segala aturan Tuhan dan alam. Manusia dapat menemukan solusi dari setiap persoalan yang dihadapinya. Akibatnya manusia menjadi terlepas dari nilai spiritualnya[7].
Tantangan umat muslim di era modern ini adalah menurunnya popularitas sufisme. Tasawuf dirasa sebagai suatu hal yang asing bagi sebagian besar orang, bahkan termasuk di kalangan umat islam sendiri. Adanya pengaruh budaya Barat yang menyerang kaum muslim tampaknya telah memancing umat islam sendiri untuk mempertanyakan mengenai eksistensi dari tasawuf. Sebab belakangan ini, bermunculan anggapan bahwa tasawuf merupakan tradisi non-Islam, lebih parahnya lagi dikatakan sebagai ‘ajaran sesat’. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan manusia lebih berfikir rasional serta materialistis. “Metode ilmiah” menjadi ciri khas dari  dunia modern. Hal tersebut memunculkan paradigma bahwa kebenaran merupakan sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris menggunakan panca indra dan pendekatan rasional. Dengan begitu, sesuatu yang di luar hal tersebut, seolah – olah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran[8].
Jika permasalahan tersebut masih terus mengakar kuat di benak masyarakat, maka bisa diprediksi bahwa tradisi tasawuf akan lenyap. Beberapa pengamat menyatakan bahwa sufisme akan menghilang dan pudar seiring dengan perubahan sosial dan modernisasi. nuansa keislaman akan dikuasai oleh para ulama dan gerakan islam yang berpusat di kota. Asumsi ini relatif bertahan lama hingga sisa – sisanya masih terasa sampai saat ini[9].  Para guru sufi menyikapi modernitas ini dengan jalan menghidupkan kembali warisan tradisi islam yang berfokus pada sesuatu yang menjadi akar penyebab mundurnya umat islam, yaitu melupakan Allah. Sebab umat islam saat ini banyak tersita perhatiannya kepada aspek materi dan kekuasaan daripada mengingat Allah.
 Modernitas dengan rasionalisme dan positivismenya telah menjauhkan manusia dari Tuhan. Namun, sejatinya sifat dasar manusia adalah membutuhkan suatu dzat yang berasal dari selain dirinya, dengan kata lain manusia membutuhkan Tuhan. Sehingga meskipun sufisme mendapat banyak tekanan dari berbagai pihak, ajaran ini tetap diminati oleh sebagian kalangan. Ajaran sufisme yang menekankan diri pada spiritualitas dianggap sebagai alternatif Islam yang menarik sebab ajaran spiritual, pluralisme, dan toleransi yang terkandung di dalamnya[10]. John Naisbitt dan Aburdenne menyatakan bahwa adanya perhatian yang signifikan terhadap agama dan spiritualitas di Barat, dikarenakan sains dan teknologi modern tidak memberikan makna mengenai kehidupan. Sehingga pada zaman modern ini muncul istilah ­turning to the east[11] ( kembali ke timur ) sebagai pertanda bahwa agama akan bangkit kembali. Salah satu hal yang dipandang oleh sebagian orang mengenai kekurangan dari psikologi Barat jika dibandingkan dengan psikologi Timur adalah bahwa Barat telah mengabaikan aspirasi – aspirasi rohani atau kehidupan yang bernilai religius pada manusia[12]. Sehingga akhir – akhir ini banyak orang Barat yang pergi ke India, Tibet, Sri Lanka, Jepang, dan China untuk mempelajari tradisi spiritual Timur yang lebih banyak menegaskan tentang makna kehidupan. Dengan demikian modernitas dinilai telah gagal memberikan kebahagiaan kepada manusia dan manusia mulai mengalihkan perhatiannya ke dunia spiritual. Menurut Abd Al-Halîm Mahmûd, kegagalan positivisme tersebut adalah
Kegagalan pengetahuan dan teknologi dalam mennyelesaikan persoalan manusia saat ini bukan berarti sains dan teknologi tidak mampu dalam mengatasi problematika kemanusiaan. Namun pendekatan yang digunakan dalam sains dan teknologi tidak dapat menjangkau permasalahan tersebut. Sehingga di sini hadirlah psikologi transpersonal atau yang disebut juga dengan psikologi spiritual yang diharapkan mampu menjembatani antara rasionalitas ilmu pengetahuan dengan pengalaman spiritual manusia[13]. Jembatan tersebut salah satunya dapat berupa tradisi tasawuf. Dalam tasawuf banyak karakter – karakter keluruhuran yang seharusnya dimiliki oleh seorang manusia. Antara lain adalah maqâmât, ahwâl, ittihâd, wahdat al-wujûd, dan lain - lain. Karakter – karakter tersebut menggambarkan sifat dari seorang sufi. Seperti yang kita ketahui, bahwa dimensi Ketuhanan merupakan sumber kekuatan manusia. Oleh karena itu jika sesorang dengan konsisten mendekatkan diri kepada Tuhannya, dia akan meraih kesempurnaan yang dia  cita – citakan.
   Berbiacara mengenai modernitas, Abd Al-Halîm Mahmûd membagi peradaban modern menjadi dua kelompok besar, yakni yang pertama adalah dunia material (fisik) dan kebudayaan (metafisik)[14]. Untuk dimensi material, Mahmûd menjelaskan bahwa peradaban modern dibangun dari dua metode, yaitu metode cartesian (filosofis) dan metode Baconian (observasi).  Metode cartesian sesuai untuk ilmu rasional murni, seperti matematika dan filsafat. Sedangkan metode Baconian memiliki bidang kajian berupa alam fisik, yakni pengamatan terhadap fenomena alam serta mekanisme kerjanya, seperti logam, hewan, tumbuhan, astronomi, dan sebagianya[15]. Dengan kata lain penggunaan metode Baconian ini bertujuan untuk menyingkap hukum – hukum alam semesta ini. Karena sesungguhnya alam semesta ini merupakan manifestasi dari perwujudan Allah, melalui ciptaan – ciptaanNya. Di dalamnya terkandung ayat – ayat kauniyah yang seharusnya oleh umat muslim direnungkan sebagai jalan untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.  Seperti yang dijelaskan melalui kalam Allah dalam Alquran Surah  Ali Imran ayat 190-191 yang berbunyi :
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱
Artinya : “Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”
(QS Ali Imran[3] : 190-191).
Ayat tersebut di atas menjelaskan tentang eksistansi ulul albab. Ulul Albab merupakan orang – orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar, mereka membuka pandangannya untuk menerima ayat – ayat Allah pada alam semesta, tidak memasang penghalang – penghalang dan tidak menutup jendela – jendela antara mereka dengan ayat – ayat kauniyah ini[16]. Dari perenungan terhadap fenomena – fenomena alam tersebut, kemudian dibuktikan dengan menggunaan metode Bacon seperti yang telah dijelaskan di atas. Sebab metode Bacon merupakan metode yang islami. Mahmûd menyebutnya sebagai metode ­al-sam’ wa al-bașar[17], berdasarkan pada ayat Alquran Surah Al-Isra ayat 36 :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artunya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al-Isra[17] : 36).
Jadi dapat dikatakan bahwa ilmu materialis modern, dalam hal ini seperti fisika, kimia, matematika, dan sebagainya, merupakan salah satu dari pondasi islam. Dan ilmu tersebut juga menjadi ciri khas dari seorang muslim. Bahkan banyak ilmuwan muslim pada masa lalu yang sampai saat ini karyanya masih berpengaruh bagi dunia saintis. Seperti buku Hisab al Jabar wa al Muqabalah ( Perhitungan Penggabungan dan Persamaan) karya Al Khawarizmi, Qanun fi al Tibb (Peraturan tentang Pengobatan) karya Ibnu Sina, Al Hawi (Buku Komprehensif) karya Ar-Razi[18]. Prestasi gemilang dari para ilmuwan muslim tersebut merupakan implementasi dari perintah Allah yang menyuruh umat Muslim untuk menyingkap sunan Allah al-kawniyah. Akan tetapi, kedudukan ilmu tersebut masih separuh perjalanan. Separuh berikutnya dilanjutkan dengan tafsiyah (Penyucian diri) yang merupakan jalan para sufi, yakni dengan jalan melakukan tasawuf.
Dalam pembahasan mengenai modernitas ini, Mahmûd memiliki dua pandangan terhadap dunia material dan kebudayaan. Pertama, Mahmûd berpendapat bahwa aspek kebudayaan dalam islam tidak dapat dimodernisai.  Sebab, setiap perilaku yang bertujuan untuk memodernisasi budaya islam, dikhawatirkan akan mereduksi esensi dari islam. Kedua, Mahmûd memberikan dukungan postif terhadap upaya modernisasi pada dimensi fiskal modernitas. Sebab kemajuan ilmu pengetahuan yang ada hingga saat ini tidak terlepas dari metode Cartesian – Baconian yang melandasi temuan – temuan ilmiah tersebut.
Sejatinya antara sufisme dengan modernitas memiliki relasi komplementer, dimana keduanya merupakan entitas yang bergerak pada ranah yang berbeda, namun saling melengkapi satu sama lain. Dalam perjalanan tersebut seorang sufi tetap harus menjadikan Alquran dan As sunah sebagai pedoman utama. Sebab kedua sumber tersebut merupakan jalan untuk mencapai kesempurnaan rohani, suatu keadaan yang tidak bisa ditempuh manusia atas usahanya sendiri, melainkan harus disertai dengan peyerahan kepada Allah SWT.
Dewasa ini dengan semakin berkembangnya cara pandang  manusia modern mengenai agama, kemudian memunculkan bentuk – bentuk perumusan baru mengenai pandangan keagamaan dalam menanggapi situasi sosial dari masyarakat modern tersebut.  Termasuk salah satunya para cara pandang terhadap tasawuf. Dalam tiga dekade terakhir ini tasawuf telah menjadi tren positif di berbagai kalangan. Di dunia akademisi, banyak riset – riset yang mengkaji tentang tasawuf sehingga menghasilkan karya – karya ilmiah yang sangat bagus[19].  Bahkan di beberapa perguruan tinggi di dunia menjadikan tasawuf sebagai mata kuliah di kurikulum mereka.
Sejalan dengan hal tersebut, muncullah gagasan – gagasan mengenai tasawuf yang relevan dengan zaman modern ini. Di  negara Indonesia contohnya, muncul sebuah gagasan tasawuf transformatif oleh Muhammad Zuhri, dimana metode tersebut merupakan solusi dari permaslahan yang terjadi di masyarakat modern[20]. Kondisi masyarakat modern saat ini dinilai gagal dalam memaknai kehidpan, oleh karena itu Zuhri mencoba untuk menyeimbangkan antara kehidupan duniawi, dalam hal ini kehidupan modern, dengan kehidupan ukhrawi dengan jalan bertasawuf yaitu tetap melakukan pemaknaan kembali dimensi internal manusia yang memungkinkan menjadikan seseorang sufi dengan sikap zuhd  yang sekaligus berdampak kepada sosial. Seperti contohnya adalah fenomena haqîqah. Pemahaman terhadap haqîqah dilakukan dari berbagai berspektif kemudian ditarik ke konteks sosial. Jika ibadah merupakan hubungan haqîqah kepada Allah, maka manifestasinya adalah hubungan kepada masyarakat, kepada makhluk-Nya.
Oleh karena itu tasawuf transformatif yang digagaskan oleh Zuhri memiliki lima karakteristik, yaitu : (1) memiliki visi keilahian; (2) sinergisitas antara akal dan wahyu; (3) dunia dalam eskatologi islam; (4) al-akhlâq al-karîmah; (5) amal saleh yang berdimensi sosial[21]. Visi keahlian diwujudkan dengan jalan ma’rifât Allâh. Dengan mengenal Allah makan manusia akan menemukan cara pandang yang benar terhadap kehidupan. Manusia akan selalu bersikap lapang dan bersyukur atas segala kondisi yang menimpa dirinya, baik itu berupa nikmat ataupun musibah.
Dunia dalam eskatologi islam (tasawuf) yang dimaksud di sini adalah dunia ini sebagai medan manusia untuk melakukan misi kekhalifahannya di bumi ini, namun dengan tetap menyeimbangkan antara kehidupan dunia serta akhiratnya. Manusia telah dikaruniai dua macam potensi, yakni potensi materialitas yang cenderung ke duniawian serta potensi spiritualitas  yang cenderung ke akhirat.  Sikpa pandang yang positif dalam menyikapi dunia modern ini adalah memandang duniawi melalui kacamata spiritualitas, sperti sabda Rasulullah SAW yang artinya: “orang yang cerdas adalah orang yang mampu menahan nafsu, dan beramal dengan orientasi kehidupan setelah kematian (keakhiratan)[22].    
Kemudian al-akhlâq al-karîmah serta amal shalih yang diharapkan dapat menangani ketimpangan sosial di masyarakat, mengajak manusia untuk berpikir ulang mengenai makna kehadirannya di dunia ini. Agar manusia menyadari bahwa ia tidak sendiri, masih ada makhluk lain ciptaan Allah, baik itu manusia, hewan, tumbuhan. Dengan begitu manusia akan lebih bersyukur dengan cara memanfaatkan potensi yang ada di alam in dengan sebaik mungkin.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tasawuf sangat penting dilaksanakan bagi manusia. Sebab tasaeuf memiliki titik relevansi  untuk kehidupan manusia, yaitu ketika ajaran pada tasawuf yang di dalamnya menekankan pada konsep ketauhidan dalam mengenal Allah, maka kemudian akan berdampak pada kesadaran diri manusia mengenai posisinya terhadap kehidupan sosial masyarakat, terhadap alam semesta ini.


[1] Mulyadi Kartanegara,Menyelami Lubuk Tasawuf, Penerbit Erlangga , Jakarta, 2006, hal.2
[2] Ibid, hal.3
[3] Ahmad Muhammad, Relasi Sufisme dengan Modernitas dalam Perspektif ‘Abd Al-Halîm Mahmûd.Teosofi:jurnal tasawuf dan Pemikiran Islam, volume 4 nomor 1, juni 2014, halaman 89
[4] Fikri Mahzumi, Prinsip Dan Ajaran Tasawuf ‘Abd Allâh Al-Haddâd : jurnal tasawuf dan Pemikiran Islam, volume 2 nomor 1, juni 2012, halaman 2
[5] http://kbbi.web.id/modern (diaskes pada 10 April 2016)
[6] web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_3h.ppt (diaskes pada 10 April 2016)

[7] Rahmad Yulianto, Tasawuf transformatif sebagai solusi problematika manusia modern dalam perspektif pemikiran tasawuf muhammad zuhri : jurnal tasawuf dan Pemikiran Islam, volume 4 nomor 1, juni 2014, halaman 57

[8] Ahmad Muhammad, Loc.Cit, halaman 90
[9] Van Bruinessen dan Howell (eds).Sufism and the ‘Modern’ in Islam.2007.London : I.B. Tauris & Co Ltd, hal.vii
[10] Ahmad Muhammad, Loc.Cit., hal.93
[11] Ibid, halaman 94
[12] Wardalisa.Pengantar Pendekatan Psikologi Timur. Jurusan Psikologi.Fakultas psikologi Universitas Gunadarma, hal.3
[13]Khadijah, Titik Temu Transpersonal Psychology dan Tasawuf. :jurnal tasawuf dan Pemikiran Islam, volume 4 nomor 2, Desember 2014, hal.383
[14] Ahmad Muhammad, Loc.Cit., hal.97
[15] Ibid
[16] Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 2, Sayid Quthb, halaman 245
[17] Ahmad Muhammad, Lock-in amplifier.Cit.,hal.98
[18] Muhammad Razi, 50 Ilmuwan Muslim Populer, Qultum Media, 2005
[19] Rahmad Yulianto, Loc.Cit.,hal.57
[20] Ibid, hal.58
[21] Ibid, hlm 80
[22] Zuhri, Hidup Lebih Bermakna,90-91.
 Allah SWT telah menciptakan alam semesta ini beserta segala fenomena fisisnya sebagai bukti kebesaran-Nya. Dari tanda – tanda alam itulah manusia sebagai makhluk berakal diajak untuk berfikir serta mengungkap rahasia alam yang memang merupakan tugasnya untuk leboh mengenal siapa Rabbnya serta agar lebih dekat dengan-Nya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Ali Imran ayat 190-191 :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَاب(190). الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار(191)

 “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal {190} (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. {191}”

    Selain mnciptakan tanda – tanda alam semesta, Allah SWT juga mengaruniakan mukjizat kepada para Nabi dan Rasul-Nya untuk membuktikan kekuasaan serta kebesaran – Nya. Alquran merupakan mukjizat terbesar sepanjang sejarah alam semesta yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Alquran merupakan mukjizat yang bersifat abadi dan ilmiah serta mengajak para pembacanya untuk selalu mengkaji, membahas, dan meneliti  ayat-ayat untuk menemukan suatu bukti ilmiah yang telah diltetapkan sebagai suatu ilmu. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila alquran mampu menegaskan segala teori – teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar melalui kajian, pembahasan, serta penelitian ilmiah bahkan ratusan tahun setelah alquran diturunkan. Salah satu fenomena yang dihasilkan oleh para pakar yang memang sudah dijelaskan bukti dan kebenarannya dalam alquran adalah mengenai siklus air.

Banyak teori – teori ilmiah yang selama ini tertuang dalam Alquran namun belum terpecahkan dalam kehidupan sehari-sehari. Oleh karena itu sebagai manusia yang dikaruniai akal yang sempurna oleh Allah hendaknya memelajarinya. Mengingat bahwa mengensl alam sekelilingnya dengan baik merupakan suatu keharusan. Memerhatikan alam semesta serta merenunginya hingga mendapatkan suatu pemahaman mengenai sifat serta prose salami yang ada di dalamnya merupakan suatu aktivitas dalam membaca ayat Allah. Karena Al quran telah menjelaskan bahwa memerhartikan alam semesta merupakan bagian dari membaca ayat Allah SWT. 


A.    Dasar Teori Agama
Dalam Alquran Surat az-Zumar ayat 21, Allah berfirman :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. “

Allah SWT menurunkan hujan sebagai rahmat ke bumi bagi makhluk-Nya. Hujan tersebut diturunkan sesuai kadar tertentu yang diperlukan. Sesuai dengan Firman Allah sebagai berikut :

وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ
“ Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur). “ (Az Zukhruf:11).

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa hujan diturunkan dari langit sesuai dengan kebutuhan manusia, tidak kurang sehingga menyebabkan tanah tandus dan tidak berlebihan sehingga menyebabkan kemudharatan seperti yang diturunkan kepada umat Nabi Nuh AS.

B.    Dasar Teori Fisika
Dalam kajian fisika, zat diartikan sebagai sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa. Menurut wujudnya, zat digolongkan menjadi tiga, yaitu zat padat, cair dan gas. Zat dapat berubah wujud dari satu fase ke fase lainnya. Perubahan termodinamika fase tersebut terjadi karena adanya peristiwa pelepasan atau penyerapan energi. Perubahan wujud tersebut akan terjadi ketika zat mencapai suatu titik tertentu yang biasanya diuantitaskan pada suhu. Misalnya untuk berubah fase menjadi padat, air akan melepas kalor dan mengalami proses pembekuan pada suhu 0˚C. Sedangkan untuk berubah fase menjadi gas, air menerima kalor sehingga mengalami proses penguapan. Hal tersebut sesuai dengan Asas Black yang berbunyi:
"Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang suhunya lebih rendah"

C.    Dasar Teori Biologi
Air merupakan kebutuhan yang penting bagi makhluk hidup. Karena air memegang peranan penting dalam segala proses biologis. Air di bumi ini jumlahnya adalah tetap. Hal itu terjadi karena adanya daur air atau siklus hidrologi.
Suatu sirkulasi air yang meliputi gerakan mulai dari laut ke atmosfer, dari atmosfer ke tanah, dan kembali ke laut lagi atau dengan arti lain siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya. 


D.    AIR DALAM KEHIDUPAN
Air memiliki peranan yang penting bagi makhluk hidup. Manusia butuh air untuk minum, mandi, mencuci pakaian, dan segala aktivitas lainnya. Tumbuhan memerlukan air sebagai penyusun utama protoplasma, sarana transportasi zat hara, serta menjadi bahan dasar untuk reaksi biokimia -seperti fotosintesis. Bahkan 70% dari tubuh manusia mengandung air. Air tersebut berguna untuk mengatur suhu tubuh agar tetap stabil, sebagai sumber ion tubuh, serta untuk menjaga organ-organ penting dalam tubuh.
Bumi merupakan satu-satunya planet dalam tata surya yang memiliki paling banyak air.  Volume air yang ada di sekitar bumi berkisar antar 1360 sampai 1385 juta kilometer kubik. Dari jumlah tersebut 97,2 % merupakan air asin yang terdapat di laut dan samudra. Sisanya (2,8 %), merupakan air tawar. (Al Najjar, 2013 : 91).

E.    SIKLUS HIDROLOGI
Sesuai dengan QS Az Zukhruf ayat 11 yang telah disebutkan di atas, Allah menurunkan air di bumi ini sesuai dengan kadarnya. Artinya, Allah telah menetapkan jumlah air di bumi ini sesuai kebutuhan manusia. Dan berkat kemahakuasaan Allah,  jumlah tersebut tidak berkurang atau bertambah. Seandainya volume air di bumi bertambah, sudah pasti bumi ini akan tenggelam. Hal itu bisa terjadi karena adanya siklus air (hydrological cycle).

Siklus air merupakan rangkaian peristiwa perpindahan air dari laut ke atmosfer, kemudian dari atmosfer ke tanah, yang akhirnya dari tanah kembali ke laut lagi. Perpindahan air laut menuju atmosfer terjadi melalui proses evaporasi (penguapan).  Pada siang hari, panas matahari menyebabkan air yang ada di samudra, laut, sungai, danau, kolam, sawah, bahkan yang ada dalam tanah, tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan menguap menjadi partikel – partikel uap air yang sangat kecil. Partikel – partikel tersebut naik ke lapisan udara yang memiliki temperatur dan tekanan rendah. Di sana, partikel – p artikel tersebut terperangkap oleh butiran debu dan menjadi awan kecil ( awan  cumulus ). Dengan bantuan angi, awan – awan cumulus akan bergabung membentuk awan yang lebih besar.  Gerakan udara vertikal yang terjadi pada atmosfer, menyebabkan awan besar tersebut tumbuh membesar secara vertikal pula. Sehingga gumpalan uap air yang bergerak naik meuju atmosfer yang bersuhu lebih dingin dan dihembus oleh angin menyebabkan uap kehilangan kalor.  Di sana, butiran – butiran es mulai berubah wujud menjadi butiran es yang semakin lama semakin berat sehingga awan tidak mampu lagi ditopang oleh hembusan angin vertikal. Kejadian ini erat kaitannya dengan gaya berat dalam kajian fisika yang mengakibatkan butir air bergerak ke bawah sebagai air hujan.

“ Setiap tahun, sekitar 380 ribu kilometer kubik air menguap ke udara. Sebagian besarnya (320 ribu kilometer kubik) berasal dari lautan, dan sisanya (60 ribu kilometer kubik) dari daratan.” (al-Najjar, 2013:93). Angka tersebut sama dengan jumlah hujan yang turun ke bumi, yakni sebanyak 284 ribu kilometer kubik jatuh ke lautan dan 96 ribu kilometer kubik jatuh ke daratan. Dari 96 ribu tersebut, 36 ribu kilometer kubik kembali ke lautan melalui lairan sungai.

Siklus air di bumi merupakan suatu fenomena yang menunjukkan kemahabesaran Allah dengan segala kuasa-Nya dalam mengatur alam semesta ini. Sebab jumlah air bumi yang tidak pernah berkurang atau bertambah sepanjang abad ini dialirkan ke berbagai penjuru di dunia untuk memenuhi kebutuhan makhluk-Nya.  Siklus hidrologi merupakan proses daur ulang untuk membersihkan air dari berbagai kotoran dan sesuatu yang mencemarinya.  Proses tersebut juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan temperatur bumi.

Air yang ada di permukaan tanah serta di dalam tanah sangat deiperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu apabila terjadi pemutusan siklus hidrologi akan berakibat fatal pada kesetimbangan di dunia ini. Allah telah menganugerahkan nikmat kepada makhluk-Nya, maka sudah seharusnya kita menjaga serta memeliharanya.

F.    HUJAN
 Hujan merupakan anugrah dari Allah yang diturunkan untuk makhluk-Nya. Sebab dari hujan tersebut Allah menjadikan tanah subur, serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan di atasnya. Namun hujan yang berlebihan pada suatu lokasi dapat menimbulkan bencana alam, misalnya banjir dan tanah longsor.
Seperti yang telah diketahui, bahwa atmosfer memiliki beberapa lapisan. Pada setiap lapisan memiliki masing-masing fungsi tersendiri. Salah satunya adalah lapisan troposfer yang berada pada ketinggian 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi dan merupakan tempat berkumpulnya uap air.

Hujan yang turun ke bumi, tidak hanya dalam bentuk air atau es saja. Namun bisa juga dalam bentuk embun dan kabut. Hujan yang ketika jatuh ke permukaan bumi bertemu dengan udara yang kering, maka sebagian hujan dapat menguap kembali ke udara. Bentuk serta ukuran hujan bermacam – macam. Bentuk air hujan yang kecil adalah hamper bulat. Sedangakan yang lebih besar berbentuk lebih ceper seperti burger. Dan yang lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan yang besar memiliki kecepatan yang lebih tinggi, sehingga akan terasa sakit jika mengenai anggota badan.

Proses Terjadinya Hujan
Terkait dengan proses terjadinya hujan, terdapat ayat Alquran yang menyebutkan angin yang berfungsi “mengawinkan” hingga terbentuknya hujan. Firman Allah SWT dalam QS Al Hijr ayat 22 :

وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ
“ Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” 

Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama terbentuknya hujan adalah angin. Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung pecah, ribuan partikel kecil yang disebut aerosol terlempar ke udara dan bercampur dengan debu daratan yang dibawa oleh angin. Partikel ini dibawa naiklebih tinggi juga oleh angin dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekeliling partikel dan berubah menjadi butiran air. butiran air ini pada awalnya berkumpul dan membentuk awan, kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan. Jadi, maksud dari istilah mengawinkan di atas adalah angin sebagai perantara yang mempertemukan uap air yang melayang di udara dengan partikel yang dibawanya dari laut yang akhirnya membantu pembentukan awan hujan.

Kecepatan Hujan
Sesuai dengan Firman Allah Alquran Surat Az Zukhruf ayat 11 yang telah disebutkan di atas, bahwa Allah telah menurunkan hujan sesuai dengan kadarnya. Di sini, kadar hujan bisa bermakna jumlah hujan yang turun ke bumi atau kecepatan hujan. Ternyata terdapat keajaiban berkaitan dengan kecepatan turunnya air hujan.
Turunnya hujan dari langit merupakan fenomena yang masih belum bisa dijelaskan secara tuntas oleh ilmu pengetahuan modern. Menurut Ahli fisika, kecepatan rata-rata air hujan adalah 8-10 km/jam. Namun jika dibuktikan dengan perhitungan rumus fisika, terdapat perbedaan yang sangat signifikan.
Ketinggian minimum untuk awan hujan adalah 1200 m. Menurut teori gerak jatuh bebas dengan mengabaikan gaya gesek akan diperoleh persamaan sebagai berikut :

Jadi kecepatan hujan jika diabaikan gaya geseknya pada ketinggian minimum adalah 552,96 km/jam. Efek yang ditimbulkan setetes air hujan  yang jatuh dari ketinggian 1200 m sama dengan benda seberat 1 kg dijatuhkan dari ketinggian 15 cm. Dengan melihat Volume air hujan yang sebesar itu maka satu tetes air hujan dapat menembus ke dalam tubuh kita atau minimal membuat memar. Sedangkan pada ketinggian maksimum awan hujan, yaitu  10.000 m diperoleh persamaan :


Jadi kecepatan hujan jika diabaikan gaya geseknya pada ketinggian maksimum adalah 1.593,792 km/jam. Efek yang ditimbulkan setetes air hujan  yang jatuh dari ketinggian 10.000 m sama dengan benda seberat 1 kg dijatuhkan dari ketinggian 110 cm. Tetapi faktanya air hujan begitu lembut ketika jatuh ke bumi.
Jika gaya gesek diperhitungkan, maka pada ketinggian minimum :

Bahkan dengan memperhitungkan gaya gesek, tetap belum bisa menjawab mengapa kecepatan rata-rata air hujan adalah 8-10 km/jam.  Para ilmuan saat ini sepakat bahwa, air jatuh ke bumi dengan kecepatan yang rendah karena titik hujan memiliki bentuk khusus yang meningkatkan efek gesekan atmosfer, kemudian air hujan terurai unsurnya sehingga menjadikan air hujan lebih ringan dan membantu hujan turun ke bumi dengan kecepatan yang lebih rendah. Andaikan bentuk titik hujan berbeda, andaikan hujan tidak terurai atau andaikan atmosfer tidak memiliki sifat gesekan (bayangkan jika hujan terjadi seperti gelembung air yang besar yang turun dari langit), maka bumi akan menghadapi kehancuran setiap turun hujan. Namun Allah Maha Pemurah , sehinga Dia tidak menciptakan yang sedemikian itu. Maka nikmat mana lagi dari Allah yang kamu dustakan ?


 Sebab jika berkurang maka akan mengalami kekeringan, ataupun jika berlebihan maka bumi ini kan tenggelam.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Asas_Black  (diakses pada 12 Desember 2013 pukul 19:55 WIB)
http://fisikadankajiannya.blogspot.com/2012/03/hujan-2-dalam-al-quran-kajian-fisika.html  (diakses pada 12 Desember 2013 pukul 19:59 WIB)
Al-Najjar, Zaghlul Raghib.2013.Buku Pintar Sains dalam Hadis.Jakarta: Penerbit Mizan
Mulyono, Agus dan Ahmad Abtokhi.2006.Fisika dan Al-qur’an.Malang: UIN-Malang Press